Dalam tradisi keilmuan Islam, kitab hadis menjadi pilar utama yang menjaga kemurnian ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Di antara enam kitab hadis induk (Kutub al-Sittah), Sunan Abi Dawud adalah salah satu karya penting yang menjadi rujukan para fuqaha dalam merumuskan hukum-hukum syariat. Kitab ini menghimpun hadis-hadis yang berkaitan erat dengan fikih praktis, menjadikannya sebagai referensi utama dalam kajian hukum Islam hingga saat ini.
Ditulis oleh Imam Sulaiman bin al-Asy‘ats al-Azdi as-Sijistani, yang lebih dikenal sebagai Abu Dawud (202–275 H), Sunan Abi Dawud lahir dari dedikasi luar biasa seorang ulama yang menghabiskan hidupnya dalam perjalanan menuntut ilmu, dari Basrah hingga Hijaz, Syam, Mesir, dan Khurasan. Ia berguru kepada imam besar seperti Ahmad bin Hanbal, sementara banyak ulama besar lain seperti al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa’i menjadi murid atau koleganya dalam dunia hadis.
Abu Dawud menulis kitab ini dengan tujuan khusus: menyediakan referensi hadis yang menjadi dasar hukum Islam. Ia ingin para ahli fikih dapat merujuk langsung pada hadis-hadis yang relevan dengan permasalahan hukum dalam keseharian umat, mulai dari ibadah, muamalah, hingga tata sosial dan politik.
Dari sekitar 500.000 hadis yang pernah ia kumpulkan, Abu Dawud memilih ±4.800 hadis untuk dimasukkan ke dalam kitab ini. Pemilihan yang sangat selektif ini menunjukkan pengetahuan mendalamnya tentang kualitas hadis serta kehati-hatiannya dalam menyajikan sumber hukum.
Sistematika dan Metode
Berbeda dengan Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang lebih fokus pada tingkat kesahihan hadis, Sunan Abi Dawud disusun dengan pendekatan tematik fikih. Kitab ini memiliki 35 kitab besar (kitab) yang mencakup persoalan-persoalan seperti:
-
Thaharah (bersuci)
-
Shalat
-
Zakat
-
Nikah
-
Jihad
-
Hudud (sanksi pidana)
-
Warisan
-
Adab dan akhlak
Dalam setiap pembahasan, Abu Dawud mencantumkan hadis-hadis yang berkaitan langsung dengan hukum tanpa terlalu banyak pengulangan. Metode seperti ini memberikan kepraktisan luar biasa bagi para peneliti fikih.
Walaupun tidak semua hadis dalam Sunan Abi Dawud berstatus sahih, justru di sinilah keistimewaannya: Abu Dawud menyertakan hadis dhaif yang masih dapat digunakan sebagai pendukung argumen fikih — selama tidak terlalu lemah dan masih memiliki jalur periwayatan yang dapat dipertimbangkan. Bahkan dalam beberapa kasus, ia secara tegas memberikan penilaian kualitas matan atau rawi, untuk membantu pembaca menilai kekuatan riwayat.
Keistimewaan dan Kontribusi Ilmiah
Kitab ini memiliki sejumlah keunggulan yang membuatnya sangat dihormati:
-
Fokus pada hukum syariah: sehingga menjadi rujukan penting dalam mazhab-mazhab fikih.
-
Komentar metodologis dari penulis: Abu Dawud kadang memberikan catatan kritis mengenai sanad atau kejanggalan matan.
-
Keteraturan susunan: pembahasan tema yang sistematis membuat kitab ini mudah dipelajari.
-
Kedekatan pada praktik keagamaan: pembaca dapat langsung memahami implikasi fikih dari setiap hadis.
Imam Abu Dawud sendiri pernah berkata kepada Khalifah:
“Cukup bagi seorang Muslim membaca kitab ini dalam urusan agamanya.”
Ungkapan ini menunjukkan keyakinannya bahwa Sunan Abi Dawud merupakan panduan hukum yang sangat komprehensif.
Syarah dan Kajian Modern
Banyak ulama besar kemudian menulis syarah untuk memperkuat pemahaman atas kitab ini. Di antaranya adalah ‘Aun al-Ma‘bud dan Hasyiyah al-Sindi. Kedua syarah tersebut menjadi pegangan para akademisi dan santri di berbagai lembaga pendidikan Islam.
Dalam kajian modern, Sunan Abi Dawud dipandang sebagai karya penting yang mempertemukan disiplin ‘ulum al-hadits dengan fikih. Para peneliti kontemporer juga memanfaatkannya sebagai sumber historis mengenai perkembangan hukum Islam pada periode keemasan ilmu hadis.
Walaupun bernilai tinggi, Sunan Abi Dawud juga menyimpan sejumlah hadits yang menjadi perdebatan kualitasnya. Karena itu, kajian terhadap kitab ini tetap perlu ditemani penelusuran takhrij dan literatur pendukung seperti jarh wa ta‘dil. Namun, posisi ilmiahnya tetap tidak tergoyahkan karena Abu Dawud sendiri telah memberikan indikator penilaian terhadap sebagian riwayat.
Dalam konteks kehidupan umat Islam modern yang sarat dengan kompleksitas hukum sosial, Sunan Abi Dawud menjadi rujukan autentik untuk memahami ajaran Islam berdasarkan sumber yang kuat. Ia menghubungkan umat Islam masa kini dengan teladan Nabi ﷺ melalui jalur ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kitab ini juga membuktikan bahwa hukum Islam bukan sekadar produk pemikiran ulama, tetapi bersumber dari wahyu yang disampaikan melalui Nabi. Karenanya, Sunan Abi Dawud menjadi pondasi penting bagi penguatan moderasi beragama dan praktik keagamaan yang otentik.
Sunan Abi Dawud adalah bukti cemerlang betapa telitinya ulama dalam menjaga sumber hukum Islam. Ia bukan hanya manuskrip klasik, tetapi warisan intelektual yang terus hidup dan menjadi rujukan hingga hari ini.
Dalam setiap halaman kitab ini, kita dapat merasakan dedikasi Abu Dawud dalam menghubungkan umat Islam dengan ajaran Nabi secara langsung, melalui riwayat yang diteliti dengan ilmu dan kejujuran.

